Mu’tazilah-Asy’ariyah-Maturidiyah Tentang Sifat –Sifat Tuhan-Keadilan Tuhan-kehendak mutlak
Oleh :
Indah Dwi A.
M. Ullya F.
Munawir
Hendra
Hairul H.
MADRASAH
ALIYAH NEGERI (MAN) 1
PONTIANAK
TAHUN
AJARAN: 2012/2013
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim….
Assalamu’alaikum
wr.wb.
Alhamdulillah
segala puji bagi Allah karena atas limpahan Rahmat dan taufik serta hidayah-Nya
lah kami dapat menyusun makalah yang sederhana ini, yang kami harapkankan dapat
bermanfaat bagi kita semua. Dan tak
lupa pula kami berterimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam
menyusun makalah ini.
Daftar isi
Kata
Pengantar……………………………………..
Daftar
isi………………………………………….
Bab
I :
a.
Latar belakang…………………………
b.
Rumusan masalah………………………
c.
Tujuan…………………………………….
Bab
II :
A.
Tentang Sifat –Sifat
Tuhan……………….......
a.
Mu’tazilah…………………………………..
b.
Asy’ariyah…………………………………..
c.
Maturidiyah………………………………
B.
Tentang
kehendak mutlak……………………….
a.
Mu’tazilah………………………………………
b.
Asy’ariyah………………………………………
c. Maturidiyah………………………………………
C.
Tentang Keadilan Tuhan……………………….
a.
Mu’tazilah………………………………………..
b.
Asy’ariyah………………………………………..
c. Maturidiyah……………………………………….
Bab III:
a.
Kesimpulan……………………………………………
b.
Penutup…………………………………………………
c.
Daftar
pustaka……………………………………………..
Latar belakang
Adanya
perbedaan pendapat dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal,
fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah
memunculkan pula perbedaan pendapat tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan.
Persoalan lain yang menjadi bahan
perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah sifat-sifat Tuhan.
Tarik –menarik di antara aliran-aliran kalam dalam menyelesaikan dalam
persoalan ini, tampaknya dipicu oleh truth claim yang di bangun atas
dasar kerangka berfikir masing-masing dan klaim menauhidkan Allah. Tiap –tiap
aliran mengaku bahwa fahamnya dapat menyucikan dan memelihara keesaan Allah.
Faham
keadilan Tuhan, dalam pemikiran kalam, bergantung pada pandangan, apakah
manusia mempunyai kebebasan dalam berkehendak dan berbuat? Ataukah manusia itu
hanya terpaksa saja? Perbedaan pandangan terhadap bebas atau tidaknya manusia
ini menyebabkan perbedaan penerapan makna keadilan, yang sama-sama disepakati
mengandung arti meletakkan sesuatu pada tempatnya.
Aliran
kalam rasional yang menekankan kebebasan manusia cenderung memahami keadilan
Tuhan dari sudut kepentingan, sedangkan aliran kalam tradisional yang memberi
tekanan pada ketidakbebasan manusia di tengah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan,
cenderung memahami keadilan tuhan d ari sudut Tuhan sebagai alam semesta.
BAB II
v Tentang Sifat –Sifat Tuhan
Pertentangan paham antara kaum mu’tazilah dengan kaum asy’ariyah
dalam masalah ini berkisar sekitar persoalan apakah Tuhan mempunyai sifat atau
tidak.
1.
Mu’tazilah
Kaum mu’tazilah mencoba menyelesaikan persoalan ini dengan
mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat. Definisi mereka tentang
Tuhan, sebagaimana dijelaskan oleh al-asy’ari, bersifat negatif. Tuhan
tidak mempunyai pengetahuan, tidak mempunyai kekuasaan, tidak mempunyai hajat dan
sebagainya. Ini tidak berarti bahwa Tuhan bagi mereka tidak mengetahui, tidak
berkuasa, tidak hidup dan sebagainya. Tuhan tetap mengetahui, berkuasa,dan
sebagainya, tetapi mengetahui, berkuasa, dan sebagainya tersebut bukanlah sifat
dalam arti kata sebenarnya.
Ø Pandangan tokoh-tokoh mu’tazilah
tentang sifat-sifat Tuhan :
Arti “Tuhan mengetahui“ kata Abu al-huzail,ialah Tuhan mengetahui dengan
perantara pengetahuan dan pengetahuan tersebut adalah Tuhan sendiri. Dengan
demikian, pengetahuan Tuhan sebagaimana dijelaskan oleh Abu huzail adalah Tuhan
sendiri, yaitu dzat atau esensi Tuhan.
Arti “Tuhan mengetahui dengan esensinya” kata al-jubba’i, ialah untuk
mengetahui, Tuhan tidak berhajat kepada suatu sifat dalam bentuk pengetahuan atau
keadaan mengetahui.
Sebaliknya Abu hasyim berpendapat bahwa arti “Tuhan mengetahui melalui
esensinya”, ialah Tuhan mempunyai keadaan mengetahui.
2.
Asy’ariyah
Kaum Ay’ariyah membawa penyelesaian yang berlawanan dengan
mu’tazilah di atas. Mereka dengan tegas mengatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat.
Menurut al-asy’ari sendiri tidak dapat di ingkari bahwa Tuhan mempunyai sifat
karena perbuatan-perbuatanya, disamping menyatakan Tuhan mengetahui,
menghendaki, berkuasa, dan sebagainya juga menyatakan bahwa Tuhan mempunyai
pengetahuan, kemauan, dan daya.
Dan menurut al- baghdadi, terdapat konsesus di kalangan kaum asy’ariah
bahwa daya, pengetahuan, hayat, kemauan, pendengaran, penglihatan dan sabda
Tuhan adalah kekal.
Sifat –sifat ini kata al- ghazali, tidaklah sama dengan, malahan lain
dari, esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri.
Uraian –uraian ini juga membawa paham banyak yang kekal, dan untuk mengatasinya
kaum asy’ariah mengatakan bahwa sifat-sifat itu bukanlah Tuhan, tetapi tidak
pula lain dari Tuhan.
3.
Maturidiyah
Kaum maturidiyah golongan bukhara, karena juga mempertahankan kekuasaan
mutlak Tuhan, berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifa-sifat. Persoalan banyak
yang kekal, mereka selesaikan dengan mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan kekal
melalui kekekalan sifat-sifat itu sendiri, juga dengan mengatakan bahwa Tuhan
bersama-sama sifat-Nya kekal,tetapi sifat-sifat itu sendiri tidaklah kekal.
Sedangkan kaum maturidiyah golongan samarkand dalam hal ini kelihatanya
tidak sepaham dengan mu’tazilah karena al- matuiridi mengatakan bahwa sifat
bukanlah Tuhan tetapi pula tidak lain dari
Tuhan.
v Tentang kehendak mutlak
Pangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan
sebagai pencipta alam semesta. Sebagai pencipta alam, Tuhan haruslah mengatasi
segala yang ada, bahkan harus melampaui segala aspek yang ada itu. Ia adalah
eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan yang tidak terbatas karena
tidak ada eksistensi lain yang mengatasi dan melampaui eksistensi-Nya.
1.
Mu’tazilah
Kaum mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan
sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidak mutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan
oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia srta adanya hukum alam (
sunatullah ) yang menurut Al- Qur’an. Oleh sebab itu, dalam pandangan
mu’tazilah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum
yang tersebar di tengah alam semesta. Selanjutnya, aliran mu’tazilah
mengatakan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Abd Al-jabbar bahwa keadilan Tuhan
mengandung arti Tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, tidak
melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada manusia, dan segala perbuatan-Nya
adalah baik.
2.
Asy’ariyah
Kaum asy’ariyah , karena percaya pada kemutlakan kekuasaan
Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong
Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak
mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Mereka
mengartikan eadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya,
yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta
mempergunakanya sesuai dengan kehendak-Nya.
Karena menekankan kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan, aliran asy’ariyah memberi makna keadilan keadilan Tuhan dengan
pemahaman bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat
berbuat sekehendak hati-Nya.
3.
Maturidiyah
Dalam memahami kehendak mutlak dan keadilan Tuhan, aliran ini terpisah menjadi
dua, yaitu maturidiyah samarkand dan maturidiyah bukhara. Pemisahan ini
disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan
pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan. Kaum maturidiyah samarkand
mempunyai posisi yang lebih dekat kepada mu’tazilah,tetapi kekuatan akal dan
batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan lebih kecil daripada yang
diberikan aliran mu’tazilah.
Kehendak mutlak Tuhan, menurut maturidiyah samarkand,dibatasi oleh
keadilan Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik
dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan
kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.
Adapun maturidiyah bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan
mutlak. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya.
Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi
Tuhan.
Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan terletak pada
kehendak mutlak-Nya, tak ada satu dzat pun yang lebih berkuasa daripada-Nya dan
tidak ada batasan-batasan bagi-Nya. Aliran maturidiyah samarkand lebih dekat
dekat dengan asy’ariyah.
Lebih jauh lagi, maturidiyah bukhara berpendapat bahwa ketidak adilan
Tuhan haruslah di pahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
Secara jelas, al- bazdawi mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan
tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos, Tuhan berbuat
sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk
kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan
diletakkan untuk kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak.
v KEADILAN TUHAN
v
Faham Muta’zilah
Soal keadilan mereka tinjau dari sudut pandangan manusia,
bagi mereka sebagai yang diterangkan oleh Abd al-Jabbar, keadilan erat
kaitannya dengan hak dan keadilan diartikan memberikan orang akan haknya .
Kata-kata “Tuhan Adil” mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik,
bahwa ia tidak dapat berbuat yang buruk dan bahwa ia tidak dapat mengabaikan
kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia. oleh karena itu Tuhan tidak boleh
bersifat Zalim dalam memberi hukuman, tidak dapat menghukum anak orang musyrik
lantaran dosa orang tuanya dan mesti memberi upah kepada orang – orang yang patuh
pada –Nya dan memberikan hukuman kepada orang – orang yang menentang
perintah-Nya. Selanjutnya keadilan juga mengadukan arti berbuat semestinya
serta seusai dengan kepentingan manusia. Dan memberi
upah atau hukuman kepada manusia sejajar dengan corak perbuatannya. Menurut al
– Nazzam an pemuka – pemuka Mu-tazilah lainnya, tidak dapat dikatakan bahwa
tuhan berdaya untuk bersifat zalim, berdusta dan untuk tidak dapat berbuat apa
yang terbaik bagi manusia.
v
Faham Asy’ariyah
Kaum Asy’ariyah mereka menolak faham Mu’tazilah bahwa Tuhan
mempunyai tujuan dalam perbuatan – perbuatannya. Bagi mereka
perbuatan-perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan perbuatan dalam arti sebab
dalam mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu betul mereka akui bahwa perbuatan
Tuhan menimbulkan kebaikan dan keuntungan itu tidaklah mendorong bagi Tuhan
untuk berbuat. Tuhan berbuat semata – mata karena kekuasaan dan kehendak
mutlaknya bukan karena kepentingan manusia atau tujuan lain. Dengan demikian
adanya tendensi untuk meninjau dari sudut kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
Dengan kehendak dan pengetahuan pemilik. Dengan demikian keadilan Tuhan
mempunyai arti bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluknya dan
berbuat sekehendak hati-Nya. Ketidak adilan, sebaliknya berarti “Menempatkan
sesuatu tidak pada tempatnya, yaitu berkuasa mutlak terhadap hak milik orang”.
Oleh karena itu, Tuhan dalam faham kaum Asy’ariyah dapat berbuat apa saja yang
dikehendakinya, sesungguhnya hal itu menurut pandangan manusia adalah tidak
adil. Asy’ari sendiri berpendapat bahwa Tuhan tidaklah berbuat salah kalau
memasukkan seluruh manusia ke dalam neraka. Perbuatan salah dan tidak adil
adalah perbuatan yang melanggar hukum, dan karena di atas Tuhan tidak pernah
bertentangan dengan hukum. Dengan demikian, Tuhan tidak
bisa dikatakan tidak adil. Al-Ghazali juga berpendapat demikian. Ketika adilan
dapat timbul hanya jika seseorang melanggar demikian. Ketidakadilan dapat
timbul hanya jika seseorang melanggar hak orang lain dan jika seseorang harus
berbuat sesuai dengan perintah dan kemudian melanggar perintah itu. Perbuatan
yang demikian mungkin ada pada Tuhan. Sekiranya ini
dilakukan Tuhan, Tuhan tidaklah berbuat salah dan Tuhan tetap masih bersifat
adil. Upah yang di berikan Tuhan hanyalah merupakan rahmat dan hukuman tetap
merupakan keadilan Tuhan, Tuhan tetap bersifat adil.
v
Faham Maturidiyah
Faham Maturidiyah ini ada dua golongan pertama golongan
maturidiyah Bukhoro yang kedua golongan Maturidiyah di Samarkand. Golongan
maturidiyah Bukhoro mempunyai sikap yang sama dengan kaum Asy’ariyah. Menurut
Al-Badzawi tidak ada tujuan yang mendorong Tuhan untuk menciptakan kosmos ini.
Tuhan berbuat sekehendak hatin-Nya. Dengan kata lain al-Bazdawi berpendapat
bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia.
Bagi kaum Mu’tazilah dan kaum maturidiyah kelopak Samarkand
persoalan persoalan tersebut tidaklah timbul, karena bagi mereka perbuatan
manusia bukanlah perbuatan Tuhan tetapi adalah perbuatan manusia itu sendiri.
Jadi, manusia dihukum atas perbuatan yang dikehendakinya sendiri dan yang
dilakukan bukan dengan paksaan, akan tetapi dengan kebebasan yang diberikan
Tuhan kepadanya. Bagi kaum Maturidiyah kelompak Bukhra, karena sefaham dengan
kaum Asy’ariyah, maka persoalan itu pada dasarnya ada, akan tetapi faham
masyi’ah dan ridha membebaskan golongan bukhara dari persoalan ini.
BAB III
KESIMPULAN
Adanya
perbedaan pendapat dalam aliran-aliran ilmu kalam mengenai kekuatan akal,
fungsi wahyu, dan kebebasan atau kehendak dan perbuatan manusia telah memunculkan
pula perbedaan pendapat tentan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan. Persoalan
lain yang menjadi bahan perdebatan di antara aliran-aliran kalam adalah masalah
sifat-sifat Tuhan.
Semua uraian tersebut di atas menunjukkan
bahwa dalam faham mu’tazilah kekusaan mutlak tuhan mempunyai batasan-batasan.
Adapun kaum maturidi golongan bukhara’ menganut pendapat bahwa tuhan mempunyai
kekuasaan mutlak. Maturidiah golongan samarkan, tidaklah sekeras golongan
bukhara’. Maka dari itu tidak perlu ditegaskan bahwa yang menentukan
batasan-batasan itu bukanlah dzat selain dari tuhan, karena diatas tuhan tidak
ada suatu dzatpun yang lebih berkuasa. Tuhan adalah diatas segala-galanya.
Batasan-batasan itu di tentukan oleh tuhan sendiri dan dengan kemauan-Nya
sendiri pula
Penutup
Alhamdulillahirabbil’alamin…..
Segala puji dan syukur kami kepada Allah swt. Karena atas kehendak Nya lah kami dapat menuuuyusun
makalah sederhana ini, walaupun masih banyak kekurangan di dalam nya. Karena
kami hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan khilaf. Kami atas
nama kelompok 4 mohon maaf sebesar-besarnya jika terdapat kesalahan dalam
menulis makalah ini,dan tak lupa pula kami berterimakasih kepada bapak ABDUL
MAJID yang telah membimbing kami dalam memahami materi yang beliau ajarkan
kepada kami.
Akhir kata : WABILLAHI
TAUFIQ WAL-HIDAYAH
WASSALAMU’ALAIKUM WARAHMATULLAHI WABAROKATUH J
Daftar
pustaka
http://www.google.com/search?q=kehendak+mutlak+allah+dan+keadilan+tuhan+menurut+aliran+ilmu+kalam&oe=UTF-8&gfns=1&oq=kehendak+mutlak+allah+dan+keadilan+tuhan+menurut+aliran+ilmu+kalam&gs_l=heirloom-serp.3...15570.49131.0.49704.108.64.0.0.0.0.0.0..0.0...0.0...1c.1.BbhyP0L97y
Comments
Post a Comment